Boleh saya bercerita? Tentang aktifitas hari ini
yang cukup menyebalkan namun tetap harus saya syukuri.
Begini, pekerjaan di kantor sebenarnya lancar. Hanya
saja cukup menumpuk gegara banyak yang tertunda. Berlebih tuntutan aturan
membuat saya merasa pusing. Bukan pusing sakit tetapi karena banyak yang harus
dikerjakan sementara raga tak bisa menjelma 10 laiknya Naruto.
Dari amatan saya selama bekerja di balai desa, ada
satu syndrom yang bagi saya cukup merugikan terutama bagian pengembangan diri
stagnan. Ini simpulan saat ini, kalau pada akhirnya nanti berubah ya tidak
masalah.
Kenapa?
Pertama, lingkungan monoton yang membuat saya
harus berinteraksi dengan orang yang sama setiap hari. Karakter, sifat dan
semua yang melekat padanya membuat saya berpikir apakah selamanya saya akan
bekerja di sini. Entahlah, hari ini saya ingin menikmatinya dulu.
Kedua, bekerja dengan orang lain itu beragam rupa.
Ada yang rajin, ada yang tengah-tengah dan ada pula yang terlihat menyebalkan. Sebagai
sekdes, itu tanggung jawab saya untuk mengkoordinir sekaligus tantangan. Apa
yang bisa saya buat untuk memperbaikinya?
Yang membuat jenuh itu saat pekerjaan yang bukan
tanggung jawabnya dilimpahkan begitu saja. Bisa saja saya menggunakan prinsip
untuk menerima sebagai bahan untuk menaikan kemampuan, namun yang saya enggan
adalah karena banyak tugas lain yang juga menuntut untuk segera diselesaikan. Sementara
yang lain ada yang begitu acuhnya.
Sekali dua kali mungkin maklum, tetapi jika
terus-terusan kan repot.
Saat hal ini terjadi, saya hanya ingat pada niatan
awal ketika ingin mendaftar menjadi perangkat desa. Niatnya untuk ibadah
sebagai wasilah agar bisa bermanfaat untuk orang lain. Selebihnya, lakukan
semampunya.
Pertanyaanya, apakah saya akan terus bertahan
dengan pekerjaan ini? Entahlah, lihat saja nanti.
Yang jelas, saya harus bisa menjaga diri untuk
selalu positif. Dan mengusahakan diri untuk selalu belajar.
Sekian.
“Tulisan ini hanya sebagai meditasi. Jangan anggap
serius .. Haha”
![]() |
Sumber : desapringamba.info
|
EmoticonEmoticon