Pernah
merasa kecewa atau marah dengan seseorang sehingga sampai hari ini masih
menyisakan luka? Atau pernah merasa dikhianati sehingga sampai saat ini masih
menyimpan dendam?
Jika
itu yang kamu rasakan, sayapun pernah merasakannya. Dan itu sungguh menguras
energi hingga pada akhirnya luka itu sembuh berkat Therapy Forgiveness, memaafkan.
Begini,
dendam yang kita simpan sebenarnya laiknya pisau yang menikam tubuh kita.
Kemanapun kita pergi, pisau yang menikam tersebut terus kita bawa. Bahkan
semakin kita mendendam serta menceritakannya kepada orang lain, maka tikamannya
semakin dalam dan tambah menyakitkan.
Curhat,
bercerita tentang apa yang kita alami sama sekali tidak akan menyembuhkan. Apalagi
cerita dengan tujuan agar orang lain tahu bahwa si A adalah pengkhinat sehingga
yang mendengar akan iba dan mengiyakan lalu setuju bahwa kamu adalah korban. Ibarat
tikaman, apapun obat yang kita gunakan sama sekali tidak ada gunanya jika pisau
masih saja menusuk bagian tubuh kita. Lalu, apa solusinya?
Lepaskan
dulu. Cabut tikaman pisau yang menusuk tubuh kita, baru setelah itu mencari
obat dan menutupnya dengan perban.
Sama,
dendam dan kecewa bisa kita obati setelah kita mencabutnya. Caranya? Dengan
memaafkan. Kok bisa? Karana dengan memaafkan sama halnya kamu mencabut pisau
tikaman di tubuhmu. Saya berani menjamin, saat dendam masih tersimpan maka
energi kita sebagian akan dikeluarkan untuk memikirkannya. Saat melihat atau
ada orang lain bercerita tentangnya maka hati kita menjadi bergemuruh, marah
dan muak. Sia-siakah itu? Sangat sia-sia dan sama sekali tidak ada kebaikannya.
Pertanyaannya,
“Apakah kamu ingin menyembuhkannya?”
Jika
iya, maka maafkanlah. Sadari dan terima bahwa apapun yang terjadi kita punya
peran disitu. Kecewa karena disakiti misal, disitu kita punya peran karena kita
membiarkan seseorang hadir dalam kehidupan kita bukan?
Setelah
menyadari dan menerima, tugas selanjutnya adalah kita mengikhlaskan dan
memaafkannya.
Begini
caranya. Pejamkan mata dan katakan ini sambil membayangkan orang yang pernah
menyakiti kita, “Wahai .... (sebutkan
nama) Terima kasih telah hadir dalam kehidupan saya. Mulai sekarang dan
seterusnya, apapun yang telah terjadi saya menerimanya dengan ikhlas dan saya
memaafkanmu. Saya ikhlas dan saya memaafkanmu. Saya ikhlas dan saya
memaafkanmu. Saya ikhlas dan saya memaafkanmu. Terima kasih, terima kasih,
terima kasih.”
Itu
yang saya lakukan atas apapun yang terjadi. Intinya menerima dengan ikhlas.
Percayalah, jika kamu melakukannya dengan sungguh-sungguh maka hatimu akan
terasa lega, lebih lapang dan perlahan perasaan kita menjadi normal kembali.
Terakhir,
jika kesalahan itu merupakan kesalahan fatal dan besar menurutmu, satu pesan
saya, “Maafkanlah kesalahannya tetapi
jangan melupakannya.”
Tabik
Mad Solihin
#30DWC #30DWCJilid16 #Day9
EmoticonEmoticon