Tahun 2012
adalah tahun dimana saya mengenal tentang IPNU IPPNU secara langsung karena
sebelumnya hanya tahu namanya saja melalui Mata Pelajaran Aswaja di sekolah
yang diampu oleh Bapak Muhammad Munir. Pengetahuan saya hanya sebatas IPNU merupakan akronim dari
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama sedangkan IPPNU adalah Ikatan Pelajar Putri
Nahdlatul Ulama. Hanya itu.
Berawal
dari ajakan dari Rekan Mizanto untuk mengikuti acara Sekolah Kaderisasi
Berkelanjutan (SKB) yang diadakan oleh Pimpinan Wilayah IPNU Jateng periodenya
Rekan Muhaimin di Cilacap, aku menjadi mengenal IPNU langsung. Masih lekat
dalam ingatanku bahwa acara SKB waktu itu Sabtu-Minggu sedangkan Seninnya saya akan melakukan Ujian Madrasah (UM). Karena persiapan ujian insya allah sudah
siap maka saya pun mau ikut, setelah sebelumnya sudah dijinkan oleh pengasuh
pondok karena saat itu ststusku masih menjadi santri di Pondok Pesantren
Miftakhussholihin, Brayut Sigaluh. Asyiik, sebagai sarana refresing atas
kepenatan belajar dan obat sakit hati gegara cinta. #eh
Perlu
digarisbawahi bahwa di tahun 2012 saat SKB diselenggarakan, PC IPNU IPPNU
Banjarnegara sedang mengalami kevakuman. Melalui SKB inilah IPNU IPPNU di
Banjarnegara hidup lagi.
Ada 5 orang
yang saya ingat ikut dalam SKB itu. Mereka adalah Nur Ngazizah yang nantinya
menjadi Ketua IPPNU, tiga anak dari Wanadadi (2 cewek dan 1 cowok) dan penulis
sendiri. Karena SKB ini ada 6 kali pertemuan dan bersifat wajib maka sekali
tidak ikut satu pertemuan dianggap gugur serta tidak bisa ikut Latihan Kader
Utama (Lakut) sebagai ending dari proses SKB tersebut. Dari 5 anak tersebut tinggal
dua yang tetersisa saya dan rekanita Nur Ngazizah. Parahnya, karena saya pernah tidak ikut satu kali pertemuan ketika seleksi Lakut akhirnya saya dinyatakan tidak lolos.
Mengenai
tempat pertemuan SKB, sistemnya dibuat bergilir. Pertama di Cilacap, kedua di Banyumas
dan ketiga di Banjarnegara. Moment pertemuan SKB di Banjarnegara ini lah yang benar-benar
dimanfaatkan untuk menghidupkan lagi IPNU IPNU Banjarnegara dari kevakuman. Sabtunya
diskusi sampai malam, Ahadnya dibuat acara Konferesnsi Cabang yang ke VIII. Beberapa
pengurus PW IPNU Jateng pun turun, salah satunya adalah Ketua Umum PW IPNU
Rekan Muhaimin.
Dengan
dipandu oleh Pengurus Wilayah, Konferesnsi berjalan dengan lancar dan
mengahsilkan keputusan terpilihnya Rekan Mizanto sebagai ketua IPNU dan
Rekanita Nur Ngazizah sebagai ketua IPPNU Kabupaten Banjarnegara Periode
2012-2014.
Pasca itu saya mulai aktif sebagai aktivis muda NU dan masuk jajaran kepengurusan sebagai
Bendahara Umum di PC IPNU Banjarnegara 2012-2014. Beberapa kegiatan sering saya
ikuti namun belum bisa sacara totalitas seperti halnya ketika menjadi ketua
karena waktu itu saya menjadi orang yang dituakan di Pesantren.
Waktu terus
bergulir, berbagai kegiatan IPNU IPPNU mulai mucul di Banjarnegara. Salah
satunya adalah pembentukan Kepengurusan Pimpinan Anak Cabang (PAC) di beberapa
kecamatan, seperti Karangkobar, Wanayasa, Rakit, Banjarmangu dan Susukan. Satu
tahun pertama berjalan dengan mulus namun satu tahun kedua perkembangannya
menjadi lamban. Bahkan semangat di PAC yang sudah terbentuk menurun, untuk
tidak mengatakan vakum.
Dua tahun
masa kepengurusan tak terasa sudah habis masa periodenya. Di saat sepinya
kegiatan IPNU IPPNU, dibentuklah kepanitiaan Konferensi Cabang yang ke IX
dengan saya sendiri sebagai Ketua Panitia. Berbagai persiapan dilakukan, namun
minimnya panitia membuat persiapan terasa kurang maksimal. Perbedaan pendapat
begitu kentara saat itu sehingga menciptakan blok dan seolah terjadi pengkotakan. Bagi saya perbedaan
pendapat sebenarnya tidaklah masalah asalkan bisa selesai di forum internal. Sayang,
bukan seperti itu yang terjadi. Sehingga berdampak pada lambat dan behentinya kaderisasi
yang seharusnya menjadi prioritas utama.
Dampaknya
pun luar biasa, periode saya yang seharusnya meneruskan program justru harus
kembali mengalami masa Babad IPNU lagi. Parahnya untuk
menemukan team dan patner yang solid serta memahami pola gerakan saya untuk
memajukan IPNU, saya butuh waktu satu tahun. Baru ditahun kedua saya berjalan
sambil mencoba berlari agar periode pasca saya selesai nanti, saya tidak dholim
dengan meninggalkan Generasi yang Lemah.
Karena saya sadar tentang masa sulit, maka jangan pula masa sulit yang sama
terjadi pada generasi selanjutnya.
“Tidak ada yang perlu disalahkan. Masa lalu adalah
pembelajaran yang sangat berarti agar hari ini tidak melakukan kesalahan yang
pernah terjadi, sembari memupuk dan menyiapkan harapan hari esok yang lebih
baik.” (Mad Solihin)
![]() |
Saat Menjadi Moderator acara Latin PW IPNU IPPNU Jateng 2017 |
Pringmaba-Banjarnegara,
20-21 Maret 2017 00:41 WIB
EmoticonEmoticon