Sampai hari
ini saya masih bingung jika ada pertanyaan tentang kuliah S2. Bukan karena
tidak punya keinginanan, tetapi lebih karena saya masih menyimpan ambisi untuk
bisa kuliah S2 di luar negeri.
Kebingungan
itu perihal bahasa Inggris yang sama sekali belum saya kuasai. Padahal persyaratan
untuk mendapat beasiswa harus mendapat sekor Toefl 550. Bagaimana mau dapat
jika bahasa Inggris saja saya tak menguasainya? Ada rasa penyesalan sebenarnya
kerana telat menyadari hal ini. Andaikan sejak dulu sadar mungkin sejak dulu
saya sudah menyiapkan diri, setidaknya mungkin mencicipi belajar di Kampung
Inggris Pare Kediri. Sekarang?? Saya harus memikirkan dua kali. Bukan enggan,
tetapi lebih karena persoalan biaya. Membebani orang tua kini sudah menjadi
sesuatu yang coba saya hindari.
Alasan di
atas cukup mengendurkan semangat yang pernah saya tanam. Menghafalkan minimal 3
kata per hari sudah lama tak ku lakukan lagi. Memanfaatkan halaman fb untuk
menulis bahasa Inggris juga hanya berlangsung hitungan jari. Khursus dengan
Kang Sutresno setiap Rabu sore juga sampai hari belum saya mulai lagi. Parah bukan?
Namun hari
ini setelah saya membaca tulisan-tulisan di blognya Dr. I Made Andi Arsana yang
link blognya saya simpan di laman blog dengan judul “Tempat Berjelajah” kembali
menyentak kesadaran saya, bahwa untuk mendapatkan beasiswa itu butuh perjuangan
extra. Atau kalau Dr. Andi bilang, mendapatkan beasiswa itu merupakan Misteri
Ilahi.
Kenapa? Karena
mendapat beasiswa itu tidak sekali daftar langsung lolos. Istri beliau saja
harus mendaftar sampai 3 kali barus bisa lolos beasiswa ADS.
Intinya
kalau masih ingin kuliah di luar negeri saya harus bermental baja. Banyak belajar
bahasa Inggris, menyiapakan segala persyaratan yang diperlukan dan tentu harus
sering pula berselancar di inernet guna mendapat informasi yang berkaitan
dengan beasiswa.
![]() |
Sumber : jakartakita (dot) com |
Pringamba,
22 Juli 2017
EmoticonEmoticon