![]() |
HP yang Hilang (Dokpri) |
Itulah
pesan yang saya terima dua setengah tahun silam, tertanggal 20 April 2014
persis beberapa jam sebelum sidang pemilihan ketua berlangsung pada acara
Konfercab IPNU yang ke IX di Pondok Pesantren Al-Fatah Parakancanggah
Banjarnegara. Pesan yang saya terjemahkan sebagai sebuah cibirin dan penyepelean
atas kemampuan yang saya miliki. Pesan itu pun saya simpan di kotak masuk (inbox)
dengan rincian pengirim, tanggal dan waktu masih lengkap. Hanya saja rincian
itu hilang bersamaan dengan raibnya HP Samsung Duos beberapa bulan yang lalu. Namun
tidak dengan isinya, ingatan saya masih begitu lekat sampai saat ini.
Ya, saya
masih mengingatnya. Sangat ingat malah. Mungkin inilah makna peribahasa bahwa lisan
itu lebih tajam daripada pedang. Tusukannya benar-benar menghujam dalam sampai
ulu hati sehingga luka yang tergores karena lisan terkadang sembuhnya butuh
waktu yang lama.
Sekarang, pesan
ini membuat saya bertanya pada diri sendiri, haruskah saya berterima kasih
sebagai wujud positif thinking karena
pesannya itu nyatanya tak terbukti. Berterima kasih karena pesan itu membuat
saya terlecut untuk membungkamnya. Toh, masa kepengurusan saya sudah selesai
sehingga cibiran bahwa masa kepengurusan saya akan mengalami kevacuman juga sudah
tidak berlaku lagi. Maka, satu hal yang saya pelajari adalah bahwa semua orang bisa
menjadi pemimpin. Walaupun pada awalnya masih banyak kekurangan, tetapi
percayalah bahwa skill, kemampuan dan kecakapan itu bisa dipelajari sambil
berjalan. Sebagaimana pengalaman yang saya alami. Yang seseorang butuhkan bukan
cibiran dan nada merendahkan tetapi bimbingan dan arahan karena sejatinya hidup
adalah belajar. Yang seseorang butuhkan adalah kesempatan untuk membuktikan,
bukan meng-justice bahwa ia tak pantas
dan layak menjadi pemimpin dengan alasan ini dan itu.
Entah
pengirimnya masih ingat atau tidak, yang jelas pesan itu membuat saya
benar-benar merasa disepelekan dan sakit hati. Bagaimana tidak, waktu itu posisi
sebagai ketua panitia yang harus mengurus segala keperluan bahkan untuk sowan
pun hanya berpatner dengan ketua IPNU sebelum saya, nembusi konsumsi ke
muslimat, sowan minta support ke para sesepuh dan pembina untuk kelancaran
acara. Eh, dibilang “ketua panitiane
enak-enak” gegara sewaktu ditanya saya sedang gabung dengan teman-teman PW
IPNU di rumah makan gubug eksotic (dulu persis di sebelah timur Ahas Honda
Parakancanggah). Padahal jangankan makan, minum saja belum. Pun dengan peserta,
andaikan ungkapan “anggotane kapiran”
itu maksudnya adalah masalah konsumsi, toh waktu itu bukan karena tidak ada
tetapi karena sedang diambil. Maklum jaraknya lumayan jauh di Mandiraja.
So, fokuslah
pada aksi nyatamu. Jangan hiraukan cibiran, kritik dan ungkapan yang
menyakitkan itu. Karena semua orang punya pemikiran berbeda dan tidak sama
dengan cara berpikirmu. Yang jelas, buktikan bahwa kamu mampu. Jangan hiraukan
pernyataan orang lain yang merendahkan dan menyepelekanmu. Karena mereka punya
sudut pandang kebenaran berbeda ketika melihatmu, laiknya cerita anak dan bapak
dengan keledainya. Atau cerita 4 orang buta yang disuruh mendiskripsikan
tentang gajah. Dan percayalah Tuhan selalu mengirim malaikat yang selalu
menemanimu, selama niatnya baik dan engkau mau bergerak, engkau akan selalu
menemukan patner yang mendukungmu.
Pringamba, 7 Desember 2016 05:49 WIB
Mad Solihin